Intimidasi
atau yang lebih dikenal dengan bullying pasti sangat akrab dengan kita, apalagi
di kalangan para remaja. Kemajuan zaman bahkan tekhnologi tidak mampu mengikis
perilaku intimidasi. Abad ke 21 ini perilaku intimidasi tersebut malah semakin
mengkhawatirkan, seperti di bidang tekhnologi yaitu melalui media sosial di
internet (aksi cyberbullying) menurut
penelitian pada 6000 pelajar di sekolah Sheffield ternyata ada 27%
pelajar di tingkat dasar dan menengah serta 10% pelajar tingkat atas pernah
diintimidasi dengan 10% dan 4% dari tiap kelompok diintimidasi sedikitnya satu
kali tiap minggu (Whitney dan Smith 1993). Dan parahnya lagi kebanyakan dari
mereka yang menjadi korban intimidasi tidak pernah memberitahu orang tua maupun
guru, bahkan hotline telepon tentang intimidasi menerima 50000 telepon dalam
waktu kurang dari satu tahun, terkait dengan kasus tersebut.
Intimidasi atau
bullying dimaksudkan adalah perilaku menakut-nakuti yaitu memaksa orang
lain berbuat sesuatu, gertakan atau ancaman kekerasan yang disengaja dan berulang–ulang untuk mengakibatkan tekanan kepada orang lain secara fisik dan psikologis. Perilaku intimidasi dapat
dilakukan oleh siapapun, seperti di lingkungan sekolah yang kebanyakan
dilakukuan di halaman sekolah, kamar
mandi bahkan tangga. Intimidasi dapat dilakukan oleh siswa, maupun guru. Intimidasi
antar pelajar dan senior juga kerap terjadi oleh guru dan ada yang
mengakibatkan siswa bunuh diri seperti siswa yang menunggak SPP merasa
dipermalukan dan disisihkan di hadapan teman sekolahnya. Baik itu karena
berulangkali harus menghadapi pemanggilan guru maupun perlakuan yang berbeda
dari pihak sekolah terhadapnya.
Perilaku ini dapat dilakukan
sendirian atau berkelompok, sasarannya pun juga bisa hanya pada satu orang
ataupun sekelompok orang, baik pada laki-laki ataupun perempuan. Intimidasi
dikalangan anak laki-laki biasanya mencakup pertempuran kepalan tangan,
memukul, nama-panggilan (memanggil dengan nama buruk), penghinaan
rasial, penghinaan etnis dan konotasi seksual sedangkan dikalangan
anak perempuan lebih kepada mempermalukan dan merendahkan, membuat mereka tak
berdaya untuk membalas, dan meninggalkan mereka terisolasi dan penuh dengan
keraguan diri.
Menurut dan Olweus, Author of Bullying
at School intimidasi di bagi menjadi 2 bagian
pokok yaitu :
1. Direct bullying :
intimidasi secara fisik, verbal emosional dan seksual. Berikut ini adalah contoh tindakan direct bullying,
pelaku baik individual maupun group secara sengaja menyakiti atau mengancam korban
dengan cara: menyebarkan gosip, membuat julukan yang bersifat
ejekan, menyuruh seseorang untuk mempermalukan korbanya, melukai secara fisik
dan melakukan pengompasan.
2. Indirect Bullying : isolasi secara sosial. Berikut ini
adalah contoh tindakan indirect bullying, sama seperti direct bullying pelaku
baik individual maupun group secara sengaja menyakiti atau mengancam korban dengan cara: menyisihkan (mengucilkan) dan mendiamkan
korban dari pergaulan.
Intimidasi itu sangat
menyakitkan bagi si korban. Tidak seorangpun pantas menjadi korban intimidasi.
Setiap orang memiliki hak untuk diperlakukan dan dihargai secara pantas.
Intimidasi memiliki dampak yang negatif bagi perkembangan karakter, baik bagi
si korban maupun pelaku.
Korban
intimidasi biasanya kehilangan rasa percaya diri, memiliki harga diri yang
rendah, pemalu dan sering menyendiri (terisolasi dalam pergaulan) sering bolos
sekolah dan prestasi belajar menurun. Kadang kala dapat bermanifestasi dalam
bentuk gejala klinis seperti sakit kepala, nyeri perut, gangguan tidur,
mengompol, pingsan, muntah, nyeri tungkai histeria dan depresi. Menyakiti diri
sendiri bahkan bunuh diri dan dapat terjadi gangguan penyesuaian diri hingga
dewasa sedangkan
bagi pelaku intimidasi apabila dibiarkan, pelaku akan belajar bahwa tidak ada
risiko apapun bagi mereka bila mereka melakukan kekerasan, agresi maupun
mengancam anak lain. Ketika dewasa pelaku tersebut memiliki potensi lebih besar
untuk menjadi pelaku kriminal dan akan membawa masalah dalam pergaulan sosial.
Beberapa
hal yang dapat dicermati dalam kasus intimidasi yaitu :
Tanda-tandanya
- Munculnya keluhan atau perubahan perilaku atau emosi anak akibat stres yang ia hadapi karena mengalami perilaku intimidasi
- Laporan dari guru, teman dan pengasuh anak mengenai tindakan intimidasi yang terjadi pada anak.
B.
Anak sebagai Pelaku
Tanda-tandanya
- Anak bersikap agresif, terutama pada mereka yang lebih muda usianya, atau mereka yang tidak berdaya (binatang, tanaman, mainan)
- Anak tidak menampilkan emosi negatifnya pada orang yang lebih tua/ lebih besar badannya/ lebih berkuasa, namun terlihat anak sebenarnya memiliki perasaan tidak senang
- Sesekali anak bersikap agresif yang berbeda ketika bersama anda
- Melakukan tindakan agresif yang berbeda ketika tidak bersama anda (diketahui dari laporan guru, pengasuh, atau teman-teman)
- Ada laporan dari guru/ pengasuh/ teman-temannya bahwa anak melakukan tindakan agresif pada mereka yang lebih lemah atau tidak berdaya (no. 1)
- Anak yang pernah mengalami intimidasi mungkin menjadi pelaku intimidasi.
SHINEE
LEE TAEMIN
Hal ini tidak sengaja terkuak ke publik dari buku
harian salah seorang siswi SMA ChungDam yang sering mengikuti taemin di
sekolah. Berikut tulisan buku harianya :
“Hari ini hujan, jadi aku sudah
menyerah untuk mengikuti Lee Taemin, tapi tiba-tiba“mata – mata” Taemin datang
dan bilang, “Kak, 9 menit lagi, Taemin akan lewat” Jadi aku langsung lari
secepat kilat untuk mengikutinya, tapi hujannya menggila…Lee Taemin memakai
payung dan membawa topi di tangan satunya. Terus temanku menahan dia dan
ngobrol – ngobrol sementara aku ngambil foto. Ketika dia mau pergi ke ruang
olahraga dia hampir jatuh..Aku ketawa jadi gak bisa ngambil fotonya, diapun
pergi ke ruang guru. Aku mengikuti dia sampai ruangan, kemudian guru berkata,
“Apa kamu baru datang?”. Taemin keliatan kecewa dan menjawab “Tidak, Saya
datang dari jam pertama.” Kemudian guru itu pergi ke ruang kepala sekolah
bersama Taemin. Aku menunggunya dan menyiapkan kamera. Tidak lama, Taemin
keluar dengan kepala tertunduk dan memakai topi, sepertinya dia kena marah. Dia
kacaan dulu sebelum pergi..”
Masih dari buku harian siswi ini, dia menceritakan kegiatannya
membuntuti Taemin, kali ini dia mengajak Taemin berbincang – bincang, Ketika
itu dia menanyakan tentang waktu ulang tahun JongHyun, tapi Taemin tidak merespon,
sehingga temannya yang melihat dirinya di cuekin membentak Taemin.
Setelah kelas bahasa jepang, Aku meminta rekanku menemaniku mengikuti Taemin lagi. Sehingga kami menunggu di sebelah ruang olahraga, kemudian terlihat seorang anak yang mirip dengannya, kami keluar dan ternyata itu bukan dia sehingga kami mendamprat **** dia. Kemudian dia turun, ketinggiannya lebih tinggi dibandingkan anak sebelumnya tadi. Kita keluar dan kami berdiri didepannya.
Aku: Taemin ah, kapan Jong Hyun melakukan pesta ulang tahunnya?
TaeMin: …
TaeMin: …
Aku: Jong Hyun tidak mengadakan satu pesta ulang tahun?
TaeMin: …
Rekanku: Taemin ah, apakah kamu mau mengencani noona? Kenapa kamu tidak menggenggam tangannya noona? Apakah kamu membenci tangannya noona? Kamu melukai perasaannya noona, Aku akan memarahi kamu **** karena tidak memberitahu aku kalau Jong Hyun sedang mengadakan pesta ulang tahunnya.
Artikel
dari Tellzone juga menulis tentang intimidasi terhadap Taemin, diartikel ini diceritakan betapa banyak siswa yang tidak
suka kepada Taemin.
Aku siswa
kelas 3 di sekolah menengah dan aku tidak berbohong. Rekanku di sekolah
menengah ChungDam mengatakan padaku kalau sampai sekarang tidak ada intimidasi
dalam bentuk fisik. Tapi pernah ketika dia datang
ke sekolah hampir 100 murid menghadangnya dan tidak akan membiarkan dia lewat
dan mengambil gambarnya. Ketika dia mencoba untuk lewat, banyak yang berkata
seperti “ kamu pikir kamu hebat karena kamu artis? ’ atau ‘ dia tidak setinggi
yang kubayangkan’ atau ‘ dia tidak tampan ’ dan banyak perkataan lain yang
membuat sakit hati.
Cerita lain,
pada
suatu waktu Taemin selesai makan siang (Taemin tidak makan siang
bersama siswa/siswi lain, dia makan siang di tempat guru). Waktu
dia kembali ke kelas, duduk di mejanya dengan kepala tertunduk, anak – anak
kelas 2 (yang merasa iri dan kesal sekaligus tersinggung karena Taemin seperti diperlakukan istimewa, bisa makan di tempat
khusus guru) mereka sudah menunggunya, menendang meja dan
mulai membentak, “ hey, apakah kami terlihat seperti orang bodoh
bagimu? Apakah kamu fikir kamu hebat karena kamu adalah artis? **** Hey angkat
kepalamu!” dan dsb. Mereka melemparkan penghapus ke Taemin dan mengucapkan
kata-kata kotor. Tapi, Taemin hanya diam, tidak berkutik.
Semua siswa sudah tahu tentang kejadian ini, akibatnya
Taemin
kalau berjalan selalu menunduk. Di dorm terkadang Taemin menangis
dan biasanya keempat abangnya di Shinee (Hyung) selalu menghibur Taemin. Tetapi, selain itu ternyata teman sekelas Taemin sangat
peduli padanya, terkadang mereka mengunci pintu kelas dari dalam, supaya anak
anak lain atau kakak kelas yang iri terhadap Taemin tidak bisa masuk dan
menggangu Taemin, terkadang mereka juga membela Taemin kalo ada yang mulai berkata kasar.
Motto Hidup Taemin
Taemin said : Keep smile eventhough it hurts
Bercermin pada kasus Lee Taemin diatas menggambarkan bahwa betapa kejamnya perilaku intimidasi tersebut. Intimidasi terhadap Taemin memang sudah memasuki kategori kepenyerangan fisik bukan kategori pelecehan lisan saja. Sebenarnya hal ini tidak akan terjadi apabila guru,
orang tua siswa, dan segenap civitas akademika di sekolah menerapkan program
anti-intimidasi dan mengajarkan anak-anak akan keterampilan sosial agar mampu berinteraksi
dengan orang-orang. Hal ini akan membantu mereka untuk menjadi orang dewasa
produktif, ketika berinteraksi dengan orang lain.
laporan
Archives of Pediatrics & Adolescent Medicine oleh Asosiasi Psikolog Sekolah
Nasional (NASP), menyatakan bahwa program anti-intimidasi yang berhasil harus
mencakup kombinasi dari individu, kelas, dan sekolah tingkat intervensi.
Kelompok ini merekomendasikan sekolah beradaptasi kepada semua langkah-langkah
berikut :
Awal intervensi. Ada kebutuhan di tingkat sekolah dasar dan menengah untuk pelatihan ketrampilan sosial, konseling, dan intervensi agresi untuk siswa menunjukkan perilaku intimidas atau korban.
Pelatihan orang tua. Orang tua harus mendukung anak-anak yang menjadi korban serta mengenali perilaku intimidasi. Sekolah psikolog, pekerja sosial dan konselor perlu tersedia untuk membantu.
Pelatihan guru. Guru perlu mengenali dan merespon perilaku intimidasi dan memberikan umpan balik positif untuk perilaku sosial yang sesuai.
Perubahan sikap. Sikap lama bahwa intimidasi adalah ritus perjalanan berbahaya. Personil sekolah tidak harus mengabaikan perilaku intimidasi.
Lingkungan sekolah yang positif. Sekolah dengan dipahami dengan baik peraturan dan praktik disiplin yang adil melaporkan kekerasan kurang.
Berikut merupakan pencegahan dan solusi terhadap perilaku Intimidasi yaitu :
Pencegahan :
Pencegahan
buat anak yang menjadi korban intimidasi, yaitu :
1. Bekali anak dengan kemampuan untuk
membela dirinya sendiri, terutama ketika tidak ada orang dewasa/ guru/ orang
tua yang berada di dekatnya. Ini berguna untuk pertahanan diri anak dalam
segala situasi mengancam atau berbahaya, tidak saja dalam kasus intimidasi.
Pertahanan diri ini dapat berbentuk fisik dan psikis. Pertahanan diri Fisik :
bela diri, berenang, kemampuan motorik yang baik (bersepeda, berlari),
kesehatan yang prima. Pertahanan diri Psikis : rasa percaya diri, berani,
berakal sehat, kemampuan analisa sederhana, kemampuan melihat situasi
(sederhana), kemampuan menyelesaikan masalah.
2. Bekali anak dengan kemampuan
menghadapi beragam situasi tidak menyenangkan yang mungkin ia alami dalam
kehidupannya. Untuk itu, selain kemampuan mempertahankan diri secara psikis seperti
yang dijelaskan di no. 1. Maka yang diperlukan adalah kemampuan anak untuk bertoleransi
terhadap beragam kejadian. Sesekali membiarkan (namun tetap mendampingi) anak
merasakan kekecewaan, akan melatih toleransi dirinya.
3. Walau anak sudah diajarkan untuk
mempertahankan diri dan dibekali kemampuan agar tidak menjadi korban tindak kekerasan,
tetap beritahukan anak kemana ia dapat melaporkan atau meminta pertolongan atas
tindakan kekerasan yang ia alami (bukan saja intimidasi). Terutama tindakan
yang tidak dapat ia tangani atau tindakan yang terus berlangsung walau sudah
diupayakan untuk tidak terulang.
4. Upayakan anak mempunyai kemampuan
sosialisasi yang baik dengan sebaya atau dengan orang yang lebih tua. Dengan
banyak berteman, diharapkan anak tidak terpilih menjadi korban intimidasi
karena :
a. Kemungkinan ia sendiri berteman dengan
pelaku, tanpa sadar bahwa temannya pelaku intimidasi pada teman lainnya.
b. Kemungkinan pelaku enggan memilih
anak sebagai korban karena si anak memiliki banyak teman yang mungkin sekali
akan membela si anak.
c. Sosialisasi yang baik dengan orang
yang lebih tua, guru atau pengasuh atau lainnya, akan memudahkan anak ketika ia
mengadukan tindakan kekerasan yang ia alami.
Pencegahan
supaya anak tidak menjadi pelaku intimidasi :
Perilaku
ini sebenarnya bisa dicegah jika sekolah dan orangtua memiliki pemahaman yang
menyeluruh mengenai anak. Kunci utama dari antisipasi masalah disiplin dan
intimidasi adalah hubungan yang baik dengan anak. Hubungan yang baik akan
membuat anak terbuka dan percaya bahwa setiap masalah yang dihadapinya akan
bisa diatasi dan bahwa orangtua dan guru akan selalu siap membantunya. Dari
sinilah anak kemudian belajar untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang
tepat.
Pencegahan
Intimidasi Secara Preventif :
1. Sosialisasi anti-intimidasi kepada
siswa, guru, orang tua siswa, dan segenap civitas akademika di sekolah.
2. Penerapan aturan di sekolah yang
mengakomodasi aspek anti-intimidasi.
3. Membuat aturan anti-intimidasi yang
disepakati oleh siswa, guru, institusi sekolah dan
semua civitas akademika institusi pendidikan/ sekolah.
4. Penegakan aturan/sanksi/disiplin
sesuai kesepakatan institusi sekolah dan siswa, guru dan sekolah, serta orang
tua dan dilaksanakan sesuai dengan prosedur pemberian sanksi.
5.
Membangun komunikasi dan interaksi antarcivitas akademika.
6. Meminta Depdiknas memasukkan muatan
kurikulum pendidikan nasional yang sesuai dengan tahapan perkembangan kognitif
anak/siswa agar tidak terjadi learning difficulties.
7. Pendidikan parenting agar orang tua
memiliki pola asuh yang benar.
8. Mendesak Depdiknas memasukkan muatan
kurikulum institusi pendidikan guru yang mengakomodasi anti-intimidasi.
9. Muatan media cetak, elektronik, film,
dan internet tidak memuat intimidasi dan mendesak Komisi Penyiaran Indonesia
(KPI) mengawasi siaran yang memasukkan unsur intimidasi.
10. Perlunya kemudahan akses orang tua
atau publik, lembaga terkait, ke institusi pendidikan/sekolah sebagai bentuk
pengawasan untuk pencegahan dan penyelesaian intimidasi atau dibentuknya pos
pengaduan intimidasi.
Solusi
:
Solusi Ketika Telah Terjadi Intimidasi:
- Pendekatan persuasive, personal, melalui teman (peer coaching).
- Penegakan aturan/sanksi/disiplin sesuai kesepakatan institusi sekolah dan siswa, guru dan sekolah, serta orang tua dan dilaksanakan sesuai dengan prosedur pemberian sanksi, lebih ditekankan pada penegakan sanksi humanis dan pengabdian kepada masyarakat (student service).
- Dilakukan komunikasi dan interaksi antar pihak pelaku dan korban, serta orangtua.
- Ekspose media yang memberikan penekanan munculnya efek negatif terhadap perbuatan bullying sehingga menjadi pembelajaran bagi semua pihak agar tidak melakukan perbuatan serupa.
Create : From Various Sources